Selasa, 19 April 2016

Iri Kok Boleh?

Oleh : KH. Ahmad Kosasih

Forum Konsultasi


Sebelumnya saya ingatkan, jangan pernah ngomong begini ya, “Biar miskin asal bahagia, biar susah asal berkah.” Coba kalau ada malaikat lewat lalu ngaminin omongan tersebut. Kan payah banget kita. Bisa kita sedekah, zakat, infaq yang banyak, kalau kita buat makan aja susah? Maka ngomong tuh ya do’a juga, begini nih: “Biar kaya yang penting rajin sedekah.”


Dalam beberapa kesempatan ta’lim, saya sering berguyon di hadapan jama’ah, “Jadi orang tuh jangan suka ngirian ama sodara, karena orang irian mah item.” Sejenak banyak yang mikir tertegun lalu baru tersenyum simpul, bahkan ada yang ngakak tertawa lebar. “Ustadz bisa aja.” Mohon maaf kepada saudara-saudara saya di Irian sana, bukan maksud menghina cuma guyonan penyegar ta’lim saja, biar ga pada ngantuk.

Dalam kesempatan lain saya juga berguyon : “Jama’ah yang dirahmati Allah. Saya mau tanya nih, ngiri itu boleh gak?”

Enggaaaak... serentak jama’ah menjawab.

“He he he... pelit amat, wong nganan (belok kanan-red) saja boleh, masa ngiri tidak boleh.”

Anak remaja sekarang memakai kalimat sirik untuk menyatakan bahwa seseorang telah ngiri padanya. “Sirik banget luh ama gue”, padahal maksudnya bukan menduakan Allah, tapi ngiri, dengki... ya, pokoknya ga seneng gitu dah. Iri tanda tak mampu.

Kata Aa Gym, iri adalah susah melihat orang lain senang dan senang melihat orang lain susah. Sifat ini tidak direkomendasikan bercokol pada diri dan keseharian seorang muslim. Buang jauh-jauh sifat ini.

Tapi... Ada loh iri yang diperbolehkan bahkan direkomendasikan oleh Rasulullah SAW, penasaran kan? Coba kita perhatikan hadist berikut :

Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah bersabda : Enggak boleh gak ngiri kecuali kepada dua orang : yaitu kepada seseorang yang diajarkan Al-Qur’an oleh Allah lalu dia membacanya di tengah malam dan siang hari, lalu ada seorang tetangga yang mendengar dan ia berkata : Duhai Tuhan, seandainya aku diberikan ilmu seperti yang diberikan Allah kepada si fulan, maka aku akan mengamalkan seperti yang diamalkannya. Dan seseorang dianugerahkan harta lalu ia menghabiskannya untuk jalan kebenaran. Orang lain berkata : andai aku dianugerahkan harta seperti yang diberikan Allah kepada si fulan maka aku akan mengerjakan seperti apa yang dia kerjakan (HR. Bukhari)

Subhanallah... makin kita belajar, makin banyak yang kita tahu bahwa ada lho iri yang diperbolehkan ya. Sama dua orang tersebut hingga memacu kita untuk bisa seperti dia.

Ada balas dendam yang diperbolehkan yaitu balas dendam ama diri sendiri gara-gara subuh kesiangan kemudian balas dendam besoknya bangun jam 3 dini hari lalu baca Qur’an 3 halaman sama istighfar 100 kali, atau bisa juga gara-gara ketingalan shalat ashar berjama’ah karena asyik chatting-chattingan atau facebook-facebookan lalu menyedekahkan laptop dan perangkat internetnya yang dia pakai buat chatting and FB-an tersebut. Mirip sahabat Umar RA yang menyedekahkan kebun kurmanya karena telah membuatnya terlambat shalat berjama’ah, ngga biasa tahajjud malamnya lalu balas dendam dengan dhuha 12 raka’at yang biasanya cuma 6 raka’at.

Dari Abu Kabsyah Al-Anmari rodhiyallahu anhu, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda :
” Ada tiga perkara yang aku bersumpah atasnya, dan aku akan menceritakan kepada kalian suatu perkataan, maka hafalkanlah. Beliau bersabda : “harta seorang hamba tidaklah berkurang disebabkan shodaqoh, dan tidaklah seorang hamba terzhalimi dengan suatu kezholiman lalu ia bersabar dalam menghadapinya melainkan Allah menambahkan kemuliaan kepadanya, dan tidaklah seorang hamba membuka pintu untuk meminta-minta (kepada orang lain) melainkan Allah akan bukakan baginya pintu kefakiran, -atau kalimat semisalnya-. Dan aku akan sampaikan kepada kalian satu perkataan kemudian hafalkanlah. “beliau bersabda : “Sesungguhnya dunia ini hanya milik empat golongan saja :

1) Seorang hamba yang dikaruniai harta dan ilmu kemudian ia bertakwa kepada Rabb-nya, menyambung silaturahim dan mengetahui hak-hak Allah, inilah kedudukan yang paling mulia.

2) Seorang hamba yang dikaruniai ilmu tapi tidak dikaruniai harta, kemudian dengan niat yang tulus ia berkata : ‘Jika seandainya aku mempunyai harta, maka aku akan beramal seperti amalannya si fulan itu.’ Dengan niat seperti ini, maka pahala keduanya sama.

3) Seorang hamba yang dikaruniai harta namun tidak diberi ilmu, lalu ia membelanjakan hartanya secara serampangan tanpa dasar ilmu, ia tidak bertakwa kepada Rabb-nya, tidak menyambung silaturrahim, dan tidak mengetahui hak-hak Allah, maka ia berada pada kedudukan yang paling rendah.

4) Dan seseorang hamba yang tidak dikaruniai harta dan juga ilmu oleh Allah ta’ala, lantas ia berkata : ‘Kalau seandainya aku memiliki harta, niscaya aku akan berbuat seperti yang dilakukan si fulan.’ Maka ia dengan niatnya itu, menjadikan dosa keduanya sama” (Diriwayatkan oleh At-Tarmidzi IV/562 no. 2325 dan Ahmad IV/231 no 18194)



Sumber : DAQU, EDISI 006 TAHUN VI JULI 2013 M/ RAMADHAN 1434 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar