Suatu hari saya
melihat anak kecil di mall, kira-kira usianya 3 sampai 4 tahun, dia sedang
jalan-jalan bersama keluarganya. Anehnya dia didorong oleh ayahnya naik stroller.
Langsung saya nyeletuk sama teman main, ‘Sudah gedhe kok masih pakai stroller,
emang gak bisa jalan sendiri?’, dengan nada ketus khas saya. Partner saya hanya
diam, sepintas melirik anak dan keluarganya tanpa menanggapi celotehan saya.
Beberapa menit kemudian saya berpapasan lagi dengan anak kecil tadi. Saya amati
dia dari atas sampai bawah, dan saya kaget melihat ada semacam pen penyangga di
kedua pergelangan kakinya. Saya sangat menyesal atas ucapan yang sudah
terlontar, walaupun anak kecil dan keluarga tidak mendengar ucapan saya. Saya
merasa bersalah karena langsung mengambil kesimpulan sederhana atas sesuatu
yang saya lihat tanpa menganalisa terlebih dahulu.
Harusnya itu
merupakan salah satu cambuk bagi saya untuk selalu menjaga lisan. Akan tetapi saya
merasa masih saja lisan ini tidak terkontrol. Huft....
Akhir-akhir ini sepertinya
lisan saya semakin menjadi-jadi, terdengar sangat kotor dan tidak terjaga.
Sering memberikan komentar ini itu mengenai banyak hal. Apa yang saya lihat
sekilas, lisan saya lincah bak pedang yang siap terhunus menyakiti musuhnya. Terkadang
mengumpat (agak halus, menurut saya) kalau sedang kesal. Atau melontarkan
kata-kata yang cukup menyakitkan rekan atas beberapa kesalahan yang terjadi di
tempat kerja. Kalau basa jawanya ‘nek ngomong nylekit’ (kata-kata yang
menyakiti perasaan orang lain).
Saya terbiasa
berkata jujur, ini yang mungkin terkadang susah untuk menyaring ucapan. Secara
tidak sadar langsung berceloteh ini itu tanpa berpikir panjang. Entah itu halus
atau kasar, entah itu menyakitkan atau menyenangkan hati pendengar. Nah, itu
yang harus dievaluasi, harus diperbaiki agar lisan yang terdengar oleh orang
lain tidak merugikan diri sendiri apalagi orang lain.
Kenapa merugikan
diri sendiri? Yang pasti orang lain pasti tidak menyukai kita, karena omongan
kita yang menurut mereka menyebalkan dan menyakitkan. Hukumannya adalah
dikucilkan oleh lingkungan sosial. Hukuman yang lebih berat lagi adalah tidak
disukai oleh Allah, orang yang tidak menjaga lisannya pastilah dimurkai
oleh-Nya. Pasti tidak mau kan ya mendapatkan murka-Nya?
Nah, mari memperbaiki diri, menjaga lisan dan mengontrol emosi. Memperbanyak mengingat
Allah. Mengatakan segala hal yang baik, atau lebih baik diam. Berusaha untuk diam dan tidak berkomentar apapun atas apa yang saya lihat.
Mencoba mengingatkan kesalahan dengan berbicara baik-baik. Menerima kritikan
orang lain dan selalu berusaha memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam
pribadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar