Sabtu, 30 Januari 2016

Dilema Membeli Makanan Jadi

Saya bukanlah tipe orang rapi dan bersih. Menata barang di kamar sesuai dengan tempatnya atau menyapu lantai setiap jam jika ada kotoran sekecil apapun. Saya masih menumpuk cucian piring kotor atau baju kotor *oops. Tapi saya tetapi menyukai kerapihan dan kebersihan, terutama di luar area saya. Tempat kerja dan tempat makan wajib bersih di mata saya. Dan ini adalah hal yang sangat sulit diterapkan ya, apalagi tempat makan.

Tempat makan di luar rumah adalah penyelengaraan makan skala kecil sampai besar. Yang namanya menyediakan makanan dalam porsi besar harusnya memperhatikan hygiene sanitasi tempat, alat dan pegawai. Akan tetapi hal ini pasti terabaikan, apalagi kalau skalanya kecil, semacam warung makan di pinggir jalan. Dan kalau saya memikirkan lebih mendalam lagi, rasanya tidak ingin membeli makan di luar. Inginnya masak saja di rumah, tetapi saya belum punya kompor. Beli? Rasanya malas juga, karena saya adalah nomaden di bumi Allah ini. Ribet kan pindahan bawa kompor, panci, dll. Walaupun sekarang barang saya juga banyak untuk kategori single *hahaa. Kembali ke topik ya, menyesuaikan salary saya yang pas-pasan saya juga harus pandai mengatur keuangan. Solusinya ya membeli makanan jadi di warung makan. Tapi, ya begitulah, pernah saya menemukan rambut di nasi bungkus saya. Huwaaa.. langsung bungkus itu makanan dan taruh tong sampah. Sering ada ulet sayur masih nangkring di sop atau  tumis kacang panjang, hiks hiks... Teman saya juga menemukan lalat di nasi bungkusnya. Atau ada banyak lalat mengerubungi ayam bakar di warung makan. Sedih kalau memikirkan semua hal tersebut. Rasanya tidak ingin makan saja. Tetapi makan adalah kebutuhan primer, saya juga tidak mau mendholimi tubuh saya sendiri. Jadilah saya ambil resiko, ketemu benda asing macam-macam. Mau bagaimana lagi? Saya juga pernah mengalami hal tidak menyenangkan di warung makan semacam *cost. Ada sehelai rambut di nasi yang disajikan, huuuft. Apa lah ini, warung skala nasional saja tidak terjaga hygiene sanitasinya.

Apalagi kalau memikirkan proses persiapan makanan sampai matang. Sepertinya kepala pusing, bagaimana pencucian alat? Proses penyiangan bahan makanan, dicuci atau tidak? Apakah bahan makanan yang digunakan segar? Apakah di warung tersebut ada hewan peliharaan? Atau sekedar kucing atau tikus lewat, hiks..

Saya sadar dan paham mengenai segala resiko tersebut, akan tetapi  demi melangsungkan hidup yang tidak sehat saya lagi-lagi membeli di warung makan yang menurut saya tidak higienis. Next, PASTI saya beli kompor kok, buat masakin suami, walaupun statusnya masih nomaden. Atau nanti bisa kali ya saya buka warung makan yang sehat dan higienis. Menunya di warung makan sebenarnya juga membuat dilema, banyak gorengan, tumis sayur pun minyaknya segambreng. Dan, warung makan sehat bisa lah ya jadi solusi masalah ini. Semoga ada keinginan kuat dalam diri saya untuk mewujudkannya.. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar